MAKALAH
SEJARAH
DAN PERKEMBANGAN AKHLAK
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen
Pembimbing : Drs.H.M.Soleh,M.Pd.I
Disusun
oleh :
Kelompok
4
1.
Ali Yasir
2.
Dwi Wulan Ngarofah
Akbar
3.
Praptiningsih Rahayu
Kelas/semester : Ekonomi Syari’ah – Ahwal Al Syakhsiyyah / I
Fakultas Syari’ah
INSTITUT
AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(IAINU)
KEBUMEN TAHUN 2014
Jl.Tentara
Pelajar No. 55 B Kebumen 54312
►►
Telp/Fax : (0287) 385902
►►
website : www.iainukebumen.ac.id
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala
puji bagi Allah atas setiap kenikmatan yang Dia berikan tanpa terkecuali bagi
setiap mahluk di muka bumi ini baik bagi mereka yang dengan teguh menjalankan perintah-Nya
ataupun yang masih nyaman dengan kemaksiaatan yang dijalankannya karena sifat
Allah yang Maha Rahman. Dan dengan hidayah serta kasih sayang-Nya juga tidak
lupa dibarengi dengan usaha dan doa, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah
yang kini telah hadir di hadapan pembaca semua. Salawat dan salam kami
sampaikan untuk Rasulullah Muhammad SAW, sang pembawa kebenaran serta suri
tauladan bagi seluruh umat manusia untuk berhijrah dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang.
Selanjutnya,
kepada Bapak Dosen yang kami hormati dan
Sahabat/i seperjuangan yang kami sayangi. Kami mengucapkan terima kasih karena
telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah yang kini telah hadir di hadapan Sahabt/i
semua. Selain untuk memenuhi tugas yang diberikan Dosen, penyusunan makalah ini
juga adalah sebagai bentuk kerja sama kami dengan Sahabat/i semua khususnya
Fakultas Syariah dalam usaha mempelajari mata kuliah Akhlak Tasawuf agar lebih
mudah difahami sehingga kita semua nantinya mampu mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Demikian
kata pengantar dari kami,namun dalam penyusunan makalah ini kami sadar bahwa
kami hanyalah mahluk Allah yang penuh dengan kekurangan. Untuk itu apabila
dalam penulisan makalah ini apabila terdapat kata-kata baik dari segi isinya,
bahasa, analisis dan lain sebagainya terdapat banyak kekurangan kami mohon maaf
serta kami mengharap saran dan kritik dari pembaca semua diiringi ucapan terima
kasih.
Wassalam’alaikum
Wr.Wb.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Membahas
tentang akhlak, tidak pernah lepas dari tingkah laku manusia. Karena akhlak
sudah ada sejak manusia itu dilahirkan. Mulai dari manusia yang pertama kali
yaitu Nabi Adam as sampai sekarang ini. Ilmu Akhlak adalah ilmu yang membahas
tentang tingkah laku manusia untuk dinilai apakah perbuatan tersebut tergolong
baik, mulia, terpuji, atau sebaliknya, yakni buruk, hina dan tercela. Selain
itu dalam ilmu ini dibahas pula ukuran kebahagiaan, keutamaan, kebijaksanaan,
keindahan dan keadilan. Akhlak juga merupakan pembeda antara manusia dengan
makhluk lainnya, karena manusia tanpa akhlak akan kehilangan derajatnya sebagai
makhluk Allah yang paling mulia.
Karena
akhlak sudah ada sejak manusia pertama kali diciptakan, tentu akhlak memiliki sejarah
yang luar biasa, mulai dari akhlak sebelum islam dan setelah datangnya islam
serta akhlak di luar islam.. Untuk itu pada kesempatan ini kami akan
membahasnya dalam makalah kami yang berjudul “Sejarah Perkembangan Akhlak”.
Semoga apa yang kami sajikan sedikit bisa membantu menambah pemahaman sahabt/i
semua dalam memahami Ilmu Akhlak.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Agar topik pembahasan
dalam makalah ini tidak keluar dari jalur yang diharapkan, maka kami akan
membatasi masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalh ini yaitu meliputi :
1.
Bagaiman Perkembangan Ilmu Akhlak
Diluar Agama Islam ?
2.
Bagaiman Perkembangan Ilmu Akhlak
Setelah Datangnya Islam ?
3.
Bagaiman Perkembangan Ilmu Akhlak
Pada Zaman Baru ?
C. TUJUAN PENULISAN
Selain untuk memenuhi tugas yang
diberikan Dosen, tujuan penulisan makalah ini juga tidak lain adalah untuk
menjelaskan tentang bagaimana perkembangan sejarah akhlak yang telah berkembang
selama ini agar lebih mudah dipahami oleh kami dan sahabt/i semua khususnya
Fakultas Syariah IAINU Kebumen.
BAB I
PEMBAHASAN
A.
ILMU
AKHLAK DI LUAR AGAMA ISLAM
1.
Perkembngan
Akhlak Pada Zaman Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu
akhlak pada Bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticiant,
yaitu orang-orang yang bijaksana (500 – 450 SM). Sebelum itu para
filsuf Yunani Kuno tidak banyak
membincangkan mengenai akhlak karena perhatiannya tercurah pada penyelidikan
mengenai alam.
Dasar yang digunakan para pemikir
Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia,
atau pemikiran tentang manusia.akhlak yang mereka bangun lebih brsifat
filosofis, yaitu filsafat yang bertumpu pada kajian secara mendalam terhadap
potensi kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia atau bersifat
antroposentris,dan mengesankan bahwa masalah akhlak adalah sesuatu yang fitri,
yang akan ada dengan adanya manusia itu sendiri, dan hasil yang didapat adalah
ilmu akhlak yang berdasar pada logika murni. Karena manusia secara fitrah telah
dibekali dengan potensi bertuhan, beragama dan cenderung pada kebaikan,
disamping juga memiliki kecenderungan pada keburukan.
Pandangan dan pemikiran yang
dikemukakan para filosof Yunani secara redaksional berbeda-beda, tetapi
substansi dan tujuannya sama yaitu menyiapkan angkatan muda Yunani agar menjadi
nasionalis yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban mereka terhadap
tanah airnya.
Para tokoh filosofi Yunani yang
mengemukakan tentang akhlak diantaranya adalah :
·
Socrates (469-399 SM)
Socrates dipandang sebagai
perintis Ilmu Akhlak Yunani yang pertama karena ia yang pertama kali
bersungguh-sungguh membentuk pola hubungan antarmanusia dengan dasar ilmu
pengetahuan. Dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk pola hubungan itu tidak
akan menjadi benar kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan, sehingga
berpendapat bahwa keutamaan atau akhlak itu adalah ilmu.
Namun demikian, ia tidak
mengemukakan tentang tujuan akhir akhlak, atau ukuran yang dipergunakan untuk
menilai suatu perbuatan apakah baik atau buruk. Akibatnya, maka bermunculan
berbagai golongan yang menyatakan tentang akhlak, walaupun sama-sama
disandarkan pada Socrates.
·
Cynics dan
Cyrenics
Cynics dan Cyrenics
adalah pengikut Socrates, tetapi ajaran keduanya bertolak belakang. Kelompok
Cynics dibangun oleh Antisthenes yang hidup pada tahun 444-370
SM yang menyatakan bahwa Tuhan
dibersihkan dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah yang memiliki
perangai ketuhanan. Dengan akhlak ketuhanan ini, seseorang berusaha meminimalisasi
kebutuhan terhadap dunia, rela menerima apa adanya, suka menanggung
penderitaan, tidak suka akn kemewahan, menjauhi klezatan,dan tidak peduli
dengan cercaan orang lain, yang penting dia dapat memelihara akhlak yang mulia.
Pemimpin golongan Cynics yang terkenal adalah Diogenes (323 SM).
Adapun golongan Cyrenics dipimpin
oleh Aristippus (435-356 SM) menyatakan bahwa mencari kelezatan dan menjauhi
kepedihan adalah satu-satunya tujuan hidup yang benar. Perbuatan dinilai utama
apabila lebih banyak mendatangkan kelezatan daripada kepedihan.
·
Plato (427-347 SM)
Plato adalah filosof Athena dan
murid dari Socrates. Pandangan Plato mengenai akhlak didasarkan pada teori
“model”(paradigma) yang menyatakan bahwa dibalik alam ini ada alam rohani (alam
ideal)sebagai contoh bagi alam konkret.
Keterkaitan antara alam ideal dengan alam konkret dijelaskan melalui
materi akhlak dengan contoh keterkaitannya yang terdapat pada kebaikan, yaitu
arti mutlak, azali, kekal, dan sempurna. Manusia yang dekat dengan kebaikan
akan memperoleh cahaya dan lebih dekat pada kesempurnaan.
·
Aristoteles (394-322 SM)
Aristoteles adalah murid Plato
yang membangun suatu paham khas . pengikutnya diberi nama “paripatetics” karena
Sorates memberi pelajaran sambil berjalan atau karena ia memberikan pelajaran
di tempat-tempat teduh. Diantara pendapatnya tentanf akhlak adalah sebagai
berikut :
1.
Tujuan akhir yang dikehendaki
manusia dalam semua tindakannya adalah “bahagia”.
2.
Jalan mencapai kebahagiaan adalah mempergunakan akal dengan sebaik-baiknya.
3.
Sebagaimana Plato, Aristoteles
juga dikenal sebagai pembawa teori pertengahan. Menurutnya, keutamaan itu
terletak ditengah-tengah antara dua keburukan. Misalnya, dermawan adalah
tengah-tengah antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara
membabi buta dan takut serta lain sebagainya.
·
Stoics dan Epicurics
Keduanya berbeda pendapat dalam
mengemukakan pandangannya tentang kebaikan. Stoics berpendirian sebagaimana
paham Synics, dimana ajaranya diberi nama Stoisisme yang menyatakan bahwa
tujuan hidup manusia adalah menjalani segala sesuatu yang bisa dijalani secara
rasional dimana kesengsaraan dan kebahagiaan datang dan pergi sehingga kita
tidak perlu melekat pada salh satu diantaranya. Ajaran ini banyak diikuti ahli
filsafat Yunani dan Romawi kuno, dan diantara para pengikutnya yang termasyhur
diantaranya adalah Seneca (6-65 M), Epictetus (60-140 M) dan Kaisar Marcus
Aerelius (121-180 M).
Adapun kelompok Epicurics mendasarkan
pelajarannya pada paham kelompok Cyrenics yang menitikberatkan pada etika yang
akan memberikan ketenangan batin. Diantara ajaran-ajarannya adalah :
1.
Manusia tidak akan tenang karena
takut pada dewa-dewa, dan takut pada kematian dan nasib.
2.
Manusia tidak perlu takut karena
dewa-dewa yang menikmati kebahagiaan yang kekal tidak mengganggu.
3.
Mati juga tidak perlu ditakuti
karena mati berarti tidak menderita.
4.
Nasib manusia ditentukan oleh
manusia itu sendiri. kalau manusia itu mempunyai ketenagan batin, maka dapat
mencapai tujuan hidupnya.
5. Tujuan hidup manusia
adlah hedone (kenikmatan,kepuasan). Ketenangan batin diperoleh dengan
memuaskan keinginan, semakin sedikit keinginan maka akn semakin tenang. Sehingga manusia harus bisa memilih keinginan
yang dapat memberikan kepuasan mendalam.
Keseluruhan
ajaran akhlak yang dikemukakan para pemikir Yunani tersebut tampak
rasionalistik. Penetapan baik dan buruk didasarkan pada akal pikiran yang
sehat. Karenanya tidak salah kalau ajaran akhlak yang dikemukakan oleh pemikir
Yunani tersebut bersifat antropocentris (memusat pada manusia) dan yang
demikian itu dapat diikuti selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan
As-Sunah.
2. Perkembangan Akhlak Pada Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga Masehi, tersiarlah agama Nasrani di
Eropa. Agama itu telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa
pokok-pokok ajaran akhlak yang tercantum dalam kitab Taurat dan Injil. Agama
itu memberi pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan merupakan sumber segala
akhlak. Tuhan yang memberi dan menentukan segala bentuk patokan-patokan akhlak
yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Tuhanlah yang menjelaskan arti baik dan buruk. Baik dalam arti sebenarnya
adalah kerelaan Tuhan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.
Ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat Teo-centri(memusat
pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Ajaran akhlak agama Nasrani
yang dibawa oleh para pendeta sejalan dengan ajaran Yunani dari aliran Stoics
dalam persoalan baik dan buruk, sehingga kedudukan para pendeta sama dengan
kedudukan para ahli filsafat di Yunani. Menurut ahli filsafat Yunani pendorong
untuk melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan
menurut agama Nasrani pendorong berbuat kebaikan adalah cinta dan iman kepada
Tuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat.
Agama Nasrani mendorong manusia bersungguh-sungguh
mwnsucikan diri, baik pikiran maupun perbuatannya. Agama adalah roh yang
mengendalikan badan dan syahwat. Oleh karena itu sebagian pengikut agama ini
menelantarkan badan, menghindari dunia, suka hidup zuhud dan ibadah dalam
kesendirian.
3. Akhlak Pada Bangsa Romawi (Abad
Pertengahan)
Kehidupan masyarakat Eropa pada abad pertengahan dikuasai
oleh gereja, dan pada masa itu gereja berusaha memerangi filsafatYunani serta
menentang penyiaran ilmu serta kebudayaan kuno.gereja berkeyakinan bahwa
kenyataan “hakikat” telah diterima oleh wahyu, dan apa yang diperintahkan oleh
wahyu tentu benar apa adanya. Oleh karena itu tidak ada artinya lagi penggunaan
akal pikiran untuk kegiatan penelitian. Menggunakan filsafat diperbolehkan
selama tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan oleh gereja. Namun
demikian, sebagian dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato,
Aristoteles dan Stoics untuk memperkuat ajaran geeja dan mencocokkannya dengan
akal. Adapun filsafat yang menentang ajaran Nasrani dibuang jauh-jauh.
Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad
pertengahanadalah ajaran ahlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran
Yunani dan Nasrani. Diantaranya yang termasyhur adalah Abelard (1079-1142)
seorang ahli filsafat Perancis, dan Thomas Aquinas (1226-1274) seorang ahli
filsafat agama berkebangsaan Italia.
4. Akhlak Pada Bangsa Arab Sebelum Isalam
Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tidak mempunyai ahli
fisafat yang mengajak kepada aliran paham tertentu sebagaimana Bangsa Yunani
dan Romawi.hal ini terjadi karena penyelidikan terhadap ilmu hanya terjadi
kepada bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian, Bangsa Arab
pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair yang mengandung
nilai-nlai akhlak, seperti Lukman Al-hakim, Aktsam bin Saifi, Zuhair bin Abi
Sulma, dan Hatim At-Tha’i.
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah
memiliki kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak, pengetahuan tentang berbagai
macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewat
syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang diucapkan para
filsafat Yunani Kuno.
B. ILMU AKHLAK PADA AGAMA ISLAM
Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama
Isalm dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama Islam pada intinya mengajak manusia agar
percaya kepada Tuhan dan mengakui bahwa
Dialah Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Pelindung, Pemberi Rahmat, Pengasih dan
Penyayang terhadap segala mkhluk. Segala apa yang ada di dunia ini, baik dari
gejala yang bermacam-macam dan makhluk yang beraneka warna sampai kepada
perkara langit dan bumi kesemuanya adalah milik Tuhan dan diatur oleh-Nya.
Ajaran Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang
paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan
kesejahteraan yang kesemuanya itu terkandung dalam Al-Quran yang diturunkan
Allah dan ajaran Sunnah yand didatangkan dari Nabi Muhammad SAW. Al-Quran
merupakan sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran Isalm. Hukum-hukum
Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok
akhlak dan perbuatan dapat dijumpai sumber yang aslinya di dalam Al-Quran.
Allah SWT berfirman :
·
Dalam QS An-Nahl (16) ayat 90 :
Artinya : “sesungguhnya Allah
menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajkan, memberi bantuan kepada
kerabat, dan Dia melarang melakukan perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
·
Dalam QS An-Nahl (16) ayat 97 :
Artinya : “barang siapa
mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami berikan balasan
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. “
·
QS Al-Qasas (28) ayat 77 :
“.....dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.”
Ayat-ayat tersebut memberikan petunjuk dengan jelas bahwa
Al-quran sangat memperhatikan masalah pembinaan akhlak dan sekaligus
menunjukkan macam-macam perbuatan yang menunjukkan Akhlak yang mulia seperti
keadilan, berbuat kebajikan dan memberi makan kepada kaum kerabat serta masih
banyak yang lainnya lagi.
Apa yang diperintahkan Tuhan tersebut, kemudian
dilaksanakan oleh manusia yang akibatnya nanti adalah untuk mendapatkan
keuntungan bagi manusia itu sendiri baik di dunia maupun di akhirat.
Selain berisi perintah, Al-Quran juga mengandung larangan
seperti berbuat syirik, derhaka kepada orang tua, mencuri, berzina, minum
minuman keras dan sebagainya, yang kesemuanya itu ditujukkan untuk kebaikan dan
keselamata manusia. Siapa yang menjauhi perbuatan tersebut akan terbebas dari
kesesatan dan kesengsaraan dan siapa yang mengerjakannya akan mengalami
akibatnya baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam Islam tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad SAW
adalah guru terbesar dalam bidang akhlak. Bahkan, keterutusannya di muka bumi
adalah untuk menyempurnakan akhlak. Akan tetapi tokoh yang pertama kali
menggagas ilmu akhlak dalam Islam masih terus diperbincangkan. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa teori :
Pertama, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali
bin Abi Thalib. Berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya
Al-Hasan, setelah kepulangannya dari perang Shiffin.
Kedua, tokoh Islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah
Isma’il bin Mahram Abu An-Nashr As-Saukani, ulama abad ke-2 H. Ia menulis kitab
Al Mu’min wa Al-Fajir, kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam
islam. Selain itu, dikenal tokoh-tokoh akhlak walaupun mereka tidak menulis
tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Ghifari, ‘Ammar bin Yasir, Nauval Al-Bakkali
dan Muhammad bin Abu Bakr.
Ketiga, pada abad ke-3 H, Ja’far bin Ahmad Al-Qummi menulis kitab Al-Mani’at
min Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara tentang
akhlak adalah :
1. Ar-Razi (250-313 H) walaupun masih ada filsuf
lain, Al-Kindi dan Ibnu Sina. Ar-Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak
berjudul Ath-Thibb Ar-Ruhani (kesehatan rohani). buku ini menjelaskan
kesehatan rohani dan penjagaannya. Kitab ini merupakan filsafat akhlak
terpenting yang bertujuan memperbaiki moral manusia.
2. Pada abad ke-4 H, Ali bin Ahmad Al-Kufi menulis
kitab AL-Adab dan Makarim Al-Akhlaq. Pada abad ini dikenal pula tokoh
Abu Nashr Al-Farabi yang melakukan penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga
Ikhwan Ash-Shafa dalam Rasa’il-nya, dan Ibnu Sina (370-428 H)
3. Pada abad ke-5 H, Ibnu Maskawaih (421 H) menulis
kitab Tahdzib Al-Akhlaq wa Thath-hir Al-A’araq dan Adab Al-‘Arab wa AL-Furs.
Kitab ini merupakan uraian suatu aliran akhlak yang sebagian materinya
berasal dari konsep-konsep akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan
ajaran serta hukum Islam serta diperkaya dengan pengalaman hidup penulis dan
situasi zamannya.
4. Pada abad ke-6 H, Warram bin Abi Al-Fawaris
menulis kitab Tanbih Al-Khathir wa Nuzhah An-Nazhir.
5. Pada abad ke-7 H, Syekh Khawajah Nashir At-Thusi
menulis kitabAl-Akhlaq An-Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab
Al-Muta’allimin.
Pada abad-abad sesudahnya dikenal beberapa kitab, seperti Irsyad
Ad-Dailami, Mashabih Al-Qulub karya Asy-Syairazi, Makarim Al-Akhlaq karya
Hasan bin Amin Ad-Din, Al-Adab
Ad-Diniyyah karya Amin Ad-Din Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-Anwar.
C. AKHLAK PADA ZAMAN BARU
Pada akhir abad ke-15 Masehi, Eropa mulai mengalami kebangkitan dalam
bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Para ahli bangsa Eropa termasuk
Itali mulai meningkatkan kegiatan dalam bidang tersebut. Kehidupan mereka yang
semula terikat pada dogma kristani, khayal dan mitos mulai digeser dengan
memberikan peran yang lebih besar kepada kemampuan akal pikiran. Segala sesuatu
yang kini dianggap mapan mulai diteliti, dikritik dan diperbaharui, hingga
akhirnya mereka menerapkan pola bertindak dan berfikir secara liberal.
Diantara pembaharuan yang dilakuakan adalah dalam bidang
akhlak, yang semula menentukan kadar baik buruk berdasarkan dogma gereja diganti
dengan berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman empirik. Akhlak dibangun
berdasarkan penyelidikan menurut kenyataan empirik, dan tidak berdasarkan
gambaran khayal atau keyakinan yang terdapat dalam agama. Hal ini yang akhirnya
melahirkan apa yang disebut etika dan moral yang berbasis pada pemikiran akal
pikiran.
Tokoh-tokoh pemikir akhlak yang lahir pada abad baru ini
diantaranya adalah :
1. Descartes (1596-1650 M)
Pandangannya mengenai akhlak bersifat rasionalistik dan
empirik. Ia tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan
penelitian empirik. Dalam melakukan penelitian hendaknya dimulai dari yang
sekecil-kecilnya dan semudah-mudahnya, lalu meningkat kearah yang lebih kompleks
dan rumit agar lebih mudah dipecahkan. Segala sesuatu dapat diterima apabila
telah lulus dari ujian dan penyelidikan tersebut. Segala sesuatu yang
didasarkan pada sangkaan dan apa yang ditumbuhkan dari adat istiadat wajib
ditolak.
2. Shafesbury dan Hatshson
Keduanya memiliki pandangan akhlak yang bersifat antropocentris
(mendasarkan diri pada kemampuan manusia. Keduanya mengatakan bahwa dalam
diri manusia terdapat indra insting yang dapat mengetahui dengan sendirinya
terhadap sesuatu yang baik atau jahat, indah dan buruk.
3. Bentham (1748-1832 M) dan John Stuart Mill
(1906-1873M)
Comments
Post a Comment