MAKALAH "PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DAN KURELASINYA DENGAN AGAMA" Mata Kuliah Filsafat Pancasila Dan Kewarganegaraan



PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DAN KURELASINYA DENGAN AGAMA
(MAKALAH FILSAFAT PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN)


LOGO INU.jpg

DI SUSUN OLEH :
1.      FAJAR
2.      PUTRI DESINTA AYU PRATIWI
3.      LIA ANJANI
4.      ALI YASIR


JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
2014/2015


KATA PENGANTAR

Asslamu’alkum wr.wb. Alhamdulillahirobbil’Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjunan kita semua habibana wanabiana Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. makalah ini penulis membahas mengenai “Pancasila Sebagai Ideologi Negara Dan Kurelasinya Dengan Agama”, dengan makalah ini penulis mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya.wassalmu’alkum wr.wb.



Kebumen,7 Oktober 2014                                      
                                                                                                    
                                                                                                                              Penyusun





DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. 2
BAB I       PENDAHULUAN…………………………………………………………... 3
A.    Latar Belakang Masalah………………………………………………… 4
B.     Perumusan Masalah……………………………………………………... 5
C.     Tujuan…………………………………………………………………… 5
BAB II      PEMBAHASAN……………………………………………………………. 6
A.    Keberadaan Pancasila………………………………………………….... 6
B.     Sila Ketuhanan Yang Maha Esa……………………………………….... 6
C.     Butir – Butir Pancasila Pertama………………………………………… 7
D.    Kolaborasi Pancasila Dengan  Agama………………………………….. 8
E.     Relasi Agama Dan Nilai – Nilai Pancasila……………………………… 9
BAB III     PENUTUP…………………………………………………………………... 13
A.    Kesimpulan……………………………………………………………… 13
B.     Saran…………………………………………………………………….. 13
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 14





BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Siapa yang tidak kenal dengan Pancasila dan Soekarno sebagai penggalinya? Pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertama kalinya Bung Karno mengucapkan pidatonya di depan sidang rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan.
Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan.
Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah inti negara Indonesia. Sehingga tidak heran bagi sebagian rakyat Indonesia, Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang harus kita hafalkan dan mematuhi apa yang diatur di dalamnya. Ada pula sebagian pihak yang sudah hampir tidak mempedulikan lagi semua aturan-aturan yang dimiliki oleh Pancasila. Namun, di lain pihak muncul orang-orang yang tidak sepihak atau menolak akan adanya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Mungkin kita masih ingat dengan kasus kudeta Partai Komunis Indonesia yang menginginkan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi Komunis. Juga kasus kudeta DI/TII yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan mendirikan sebuah negara Islam. Atau kasus yang masih hangat di telinga kita masalah pemberontakan tentara GAM.
Jika kita melihat semua kejadian di atas, kejadian-kejadian itu bersumber pada perbedaan dan ketidakcocokan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dengan ideologi yang mereka anut. Dengan kata lain mereka yang melakukan kudeta atas dasar keyakinan akan prinsip yang mereka anut adalah yang paling baik, khususnya bagi orang-orang yang berlatar belakang prinsip agama.
Berdasarkan Latar Belakang permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk menulis makalah yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DAN KORELASI DENGAN AGAMA”.
Masalah pokok yang hendak dikemukakan di sini adalah kenyataan bahwa Pancasila tidak merupakan paham yang lengkap, juga tidak merupakan kesatuan yang bulat. Kelengkapannya bergantung pada pemikiran lain yang dijabarkan ke dalam Pancasila; dan kesatuan bulatnya juga demikian. Dalam rangka ini, paham agama bisa pula masuk.
B.     Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Apakah Pancasila masih cocok menjadi ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia yang terdapat beragam kepercayaan (agama).
2. Apakah dengan terus menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, dapat menuju negara yang aman dan stabil.
C. Tujuan
Tujuan Penulisan Makalah :
·         Untuk mengetahui sejauh mana Pancasila cocok dengan agama.
·         Untuk mengetahui arti penting dari adanya Pancasila di negara Indonesia.
·         Untuk mengetahui bagaimana seharusnya negara yang memiliki masyarakat yang beragam agama.


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Arti Penting Keberadaan Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara memang sudah final. Menggugat Pancasila hanya akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan timbul chaos (kesalahan) yang memecah-belah eksistensi negara kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecer menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya maka penerapan hukum-hukum agama (juga hukum-hukum adat) dalam sistem hukum negara menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang awalnya merupakan kumpulan Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat kebutuhan akan hal ini. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-suku itu harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan suku.
B.     Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sebagai negara yang bermayoritas penduduk agama islam, Pancasila sendiri yang sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertuang dalam sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang pada awalnya berbunyi “… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya” yang sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Namun dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan sampai sekarang yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan Piagam Jakarta tersebut, karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika penerapan syariat Islam diterapkan secara tidak langsung namun pasti akan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dan secara “fair” hal tersebut dapat memojokkan umat beragama lain. Yang lebih buruk lagi adalah dapat memicu disintegrasi bangsa terutama bagi provinsi yang mayoritas beragama nonislam. Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang maha esa” yang berarti bahwa Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun termasuk juga Kristen, Katolik, Budha dan Hindu sebagai agama resmi negara pada saat itu.
C.     Butir-Butir Pancasila Sila Pertama
Atas perubahan bunyi sila pertama menjadi Ketuhanan yang Maha Esa membuat para pemeluk agama lain di luar islam merasa puas dan merasa dihargai.
Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabarkan dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila. Diantaranya:
·         Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·         Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
·         Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·         Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
·         Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
·         Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
·         Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu dengan agama yang lain.

D.     Kolaborasi Pancasila Dengan Agama
Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka.
Semua pemeluk agama memang harus mawas diri. Yang harus disadari adalah bahwa mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan agama yang beragam. Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk agama yang mau menang sendiri.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Dengan kondisi sosiokultur yang begitu heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun dapat mengayomi berbagai keragaman yang ada di Indonesia.
Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. Namun saat ini yang menjadi permasalahan adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh ini tidak ada pihak manapun yang secara terang-terangan menentang bunyi dan butir pada sila kedua hingga ke lima. Namun ada ormas-ormas yang terang-terangan menolak isi dari Pancasila tersebut.
Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui keberadaan Pancasila dengan menjual nama Syariat islam dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI maka banyak dari mereka yang mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais, atau Islam Nasionalis.
Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi negara atheis. Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula memperkenankan pemisahan negara dari agama, apalagi sampai mengakui tidak tunduk pada agama manapun. Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua penduduk untuk tunduk pada agamanya. Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara Pancasila adalah dimungkinkan. Semangat pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap mengadopsi kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan apapun, karena hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara agama-agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak ada lagi asumsi mayoritas – minoritas. Bahkan pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara damai dan sederajat. Adopsi hukum-hukum agama dalam negara Pancasila akan menjamin kelestarian dasar negara Pancasila, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Pikirkan jika suatu kebenaran, kesalahan maupun etika moral ditentukan oleh sebuah definisi sebuah agama dalam hal ini agama Islam. Sedangkan ketika anda terlibat didalamnya anda adalah seseorang yang memeluk agama diluar Islam! Apakah yang anda pikirkan dan bagai mana perasaan di hati anda ketika sebuah kebenaran dan moralitas pada hati nurani anda ditentukan oleh agama lain yang bukan anda anut?
Sekarang di beberapa provinsi telah terjadi, dengan alasan moral dan budaya maka diterapkanlah aturan tersebut. Sebagai contoh, kini di sebuah provinsi semua wanita harus menggunakan jilbab. Mungkin bagi sebagian kecil orang yang tinggal di Indonesia merupakan keindahan namun bagai mana dengan budaya yang selama ini telah ada? Jangankan di tanah Papua, pakaian Kebaya pun artinya dilarang dipakai olah putri daerah. Bukankah ini merupakan pengkhianatan terhadap kebinekaan bangsa Indonesia yang begitu heterogen. Jika anda masih ragu, silakan lihat apa yang terjadi di Saudi Arabia dengan aliran Salafy Wahabinya. Tidak ada pemilu, tidak ada kesetaraan gender dan lihat betapa tersisihnya kaum wanita dan penganut agama minoritas di sana. Jika memang anda cinta dengan Adat, Budaya dan Toleransi umat beragama di Indonesia dukung dan jagalah kesucian Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.
E.     Relasi Agama Dan Nilai – Nilai Pancasila
Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan diamalkan oleh bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk. Artinya, rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut bangsa Indonesia.
Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu memiliki relasi yang sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat disimak dari masing-masing sila yang terdapat pada Pancasila berikut ini:
·         Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ketuhanan adalah prinsip semua agama. Dan prinsip keesaan Tuhan merupakan inti ajaran Islam, yang dikenal dengan konsep tauhid. Dalam Islam tauhid harus diyakini secara kaffah (totalitas), sehingga tauhid tidak hanya berwujud pengakuan dan pernyataan saja. Akan tetapi, harus dibuktikan dengan tindakan nyata, seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, baik dalam konteks hubungan vertikal kepada Allah (ubudiyyah) maupun hubungan horisontal dengan sesama manusia dan semua makhluk (hablun minan nas).
Totalitas makna tauhid itulah kemudian dikenal dengan konsep tauhid ar-rububiyyah, tauhid al-uluhiyyahdan tauhid al-asma wa al-sifat. Tauhid Rububiyyah adalah pengakuan, keyakinan dan pernyataan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pengatur dan penjaga alam semesta ini. Sedangkan tauhid al-Uluhiyyah adalah keyakinan akan keesaan Allah dalam pelaksanaan ibadah, yakni hanya Allah yang berhak diibadahi dengan cara-cara yang ditentukan oleh Allah (dan Rasul-Nya) baik dengan ketentuan rinci, sehingga manusia tinggal melaksanakannya maupun dengan ketentuan garis besar yang memberi ruang kreativitas manusia seperti ibadah dalam kegiatan sosial-budaya, sosial ekonomi, politik kenegaraan dan seterusnya, disertai dengan akhlak (etika) yang mulia sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Adapun tauhid al-asma wa al-sifat adalah bahwa dalam memahami nama-nama dan sifat Allah seorang  muslim hendaknya hanya mengacu kepada sumber ajaran Islam, Quran-Sunnah.
Melihat paparan di atas pengamalan sila pertama sejalan bahkan menjadi kokoh dengan pengamalan tauhid dalam ajaran Islam. Inilah, yang menjadi pertimbangan Ki Bagus Hadikusumo, ketika ada usulan yang kuat untuk menghapus 7 kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”, mengusulkan kata pengganti dengan “Yang Maha Esa”. Dalam pandangan beliau Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tauhid bagi umat Islam.  (Endang Saifuddin, 1981: 41-44)

·         Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Prinsip kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban adalah juga menjadi ajaran setiap agama yang diakui oleh negara Indonesia, termasuk Islam. Dalam ajaran Islam, prinsip ini merupakan manifestasi dan pengamalan dari ajaran tauhid. Muwahhidun (orang yang bertauhid) wajib memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi dengan sikap yang adil dan berkeadaban.
Sikap adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat dengan ketaqwaan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 8,“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Demikian juga konsep beradab (berkeadaban) dengan menegakkan etika dan akhlak yang mulia menjadi misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw dengan sabdanya, “Sesungguhnya aku diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
·         Sila ketiga: Persatuan Indonesia
Ajaran Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan antar manusia dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan mengajak kepada kebaikan (al-khair), mendorong perbuatan yang makruf, yakni segala sesuatu yang membawa maslahat (kebaikan) bagi umat manusia dan mencegah kemungkaran, yakni segala yang membawa madharat (bahaya dan merugikan) bagi manusia seperti tindak kejahatan. Persatuan dan kesatuan dengan organisasi dan kepemimpinan yang kokoh itu dapat berbentuk negara, seperti negeri tercinta Indonesia.
·         Sila keempat; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan
Prinsip yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam yang mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan kemaslahatan rakyatnya dan di dalam menjalan roda kepemimpinan melalui musyawarah dengan mendengarkan berbagai pandangan untuk didapat pandangan yang terbaik bagi kehidupan bersama dengan kemufakatan. Sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia dengan mengedepan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana ditegaskan dalam sila-sila dalam Pancasila sejalan dengan ajaran agama. Bahkan pengamalan agama akan memperkokoh implementasi ideologi Pancasila.
·         Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mengelola negara dengan prinsip keadilan yang meliputi semua aspek, seperti keadilan hukum, keadilan ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat merupakan amanat setiap agama bagi para pemeluknya. Dalam Islam di ajarkan agar pemimpin negara memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, dan apabila menghukum mereka hendaklah dengan hukuman yang adil. (QS. Nisa: 58)
Dalam kaidah fikih Islam dinyatakan “al-ra’iyyatu manuthun bil maslahah”, artinya kepemimpinan itu mengikuti (memperhatikan) kemaslahatan rakyatnya. Berarti pula bahwa pemegang amanah kepemimpinan suatu negara wajib mengutamakan kesejahteraan rakyat.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut.
Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud.
B.     Saran
Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan agama, diperlukan usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang berada di dalamnya.







DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Agama. Jakarta: PT. Gramedia.
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila dengan Kelangsungan Agama, Cet. 8. Jakarta: Pantjoran Tujuh.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
Sumber Lain :
http:// www.google.co.id
http:// www.teoma.com
http:// www.kumpulblogger.com







Comments