BANGSAKU YANG RETAK KARENA KEBUSUKANMU
Oleh: Ahmad Fauzi
Institute
Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen
ABSTRAK
This essay examines why
disintegration is influenced by religion. This essay focuses on the argument,
there is not a definite strategic vision and the implementation of that vision
in Indonesia through the religion of Islam today. It is increasingly apparent
when dissected with his famous theories among the general public and the facts
that occurred. First, comparing the post-Islamic era before the era of reform
and reform. Second, look at the effect of religious conflict against
disintegration. Third, assess its orientation of society and the government to
solve their problems by religious disintegration. The results obtained are
religious divisions caused partly by religious divisions. In this case the role
of cooperation between the government and the public should continue to be
strengthened existence. The best and wisest solution is placement of Islamic
values archipelago should be improved. Kinds of diversity it will make a
mosaic of wealth in itself, therefore it is necessary in understand together
that unity and togetherness is the key to happiness, and the split is the
beginning of destruction.
Kata kunci : Kekerasan; Agama;
Perpecahan; Bangsa
BAB
I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia
yang multireligius, hal ini merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri
keberadaanya. Terdapat banyak golongan atau sekte dalam Agama, khususnya dalam
Islam Indonesia juga tidak bisa disangkal keberadaanya. Seorang pengamat Robert
Hefner misalnya, sangat mengapresiasi dengan Islam Indonesia, sehingga sering
mengatakan terlalu, “memuji Islam
Indonesia”. Tetapi memang benar adanya, sebab Islam Indonesia memang sangat
berbeda dengan Islam di belahan Benua ini. Islam Indonesia memiliki kultur dan
ciri tersendiri di bandingkan dengan Islam di tempat yang lain yang sama-sama
beragama Islam. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai sekte atau aliran Agama
Islam yang kini menjadi top tranding, antara lain, sekte: Nahdliyin,
Muhamadiyyah, Hizbu Tahrir Indonesia, Majelis Tafsir Al Qur’an, ISIS dan
sekte-sekte yang lainnya. Dengan banyaknya aliran-sekte tersebut sangat tidak menutup
kemungkinan adanya konflik-konflik perpecahan yang di latar belakangi perbedaan
pendapat seringkali terjadi. Mulai dari penyelewengan aqidah, hujat-menghujat,
mengkafir-kafirkan yang lain, bahkan saling membunuh pun seolah bukan hal yang pamali
dan dilarang Agama, yang semua itu jelas-jelas mengancam perpecahan Bangsa Indonesia
tercinta. Kita semua seharusnya sudah paham, pertama: bahwasanya Agama adalah
sesuatu yang mendasari keselamatan kita di dunia sampai kelak di akhirat, dan
dalam hal ini hanya Agama Islamlah yang berpegang teguh Rahmatan lil ‘alamin(rahmat untuk seluruh alam). Kedua: semboyan Bangsa
kita adalah Bhineka Tunggal Ika(walaupun
berbeda-beda tetap satu jua). Oleh sebab itu, tidak semestinya kita hanya
terdiam bisu tanpa reaksi ketika Bangsa kita terancam perpecahan oleh Agama. Sebagai
warga Negara yang baik sudah semestinya kita memikirkan hal tersebut, lagi-lagi
semua itu terkait erat dengan Agama Islam kita.
BAB II PEMBAHASAN
MENILIK SEJARAH
DAN KENYATAAN
Tujuh
puluh tahun Indonesia Merdeka, dan sejauh ini cita-cita Bangsa Indonesia masih
jauh dari harapan. Berlatar belakang masalah tersebut, yang pada kenyataanya
semakin booming, maka muncul Islam Nusantara yang sekiranya menjadi alternatif,
yang selama ini sudah digembor-gemborkan dengan harapan untuk mempersatukan Bangsa
Indonesia. Pada hakikatnya Islam Nusantara adalah sebuah alternatif pemecahan
konflik yang begitu tepat dan bijak untuk menangani perpecahan yang mungkin
terjadi akibat bermacam-macamnya aliran-sekte Agama Islam seperti tersebut. Sebagaimana
kalau kita pahami lebih dalam, Islam selalu mengajarkan perdamaian dan sama
sekali tidak pernah mengajarkan kekerasan atau akrab dalam dunia akademik
seringkali disebut memanusiakan Manusia. Adapun semboyan Bhineka Tunggal Ika,
seharusnya juga dapat menjadikan sebuah pacuan, kalaupun awalnya berbeda
context, tetapi tidak ada salahnya kalaupun kita terapkan dalam hal Agama. Namun
yang menjadi keanehan, sampai detik ini Islam Nusantara belum menampakan jati
dirinya sebagai alternatif yang bijak. Yang menjadi pertanyaan, Apakah
pemahaman akan Islam Nusantara memang belum tertanamkan kepada Masyarakat?, seandainya
begitu, kita sebagai Muslim yang cerdas seharusnya
dapat memberikan alternatif yang kreatif, salah satunya mengoreksi atau
mengevaluasi kinerja Masyarakat dan Pemerintah selama ini dalam menanggapi
masalah tersebut. Karena mungkin saja kita semua lalai akan tanggungjawab kita
terhadap permasalahan yang begitu rumit ini, dan mau tidak mau, sebagai Muslim yang taat, kita
punya kewajiban saling mengingatkan terhadap sesama umat. Pemerintah sebagai Agen
Kebijakan untuk Rakyat, dan Rakyat sebagai pelaksana kebijakan tersebut. Dalam
hal ini, sudah jelas bahwa Pemerintah dan Rakyat adalah satu kesatuan yang
harus bisa berjalan sejajar dalam menyelesaikan masalah ini.
Bangsa
dapat disebut maju ketika Masyarakatnya memiliki pola pikir dan perilaku yang
maju. Hal ini tercermin dari dasar pedoman hidup(nilai-nilai) yang di wujudkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
seperti apaupun konflik suatu Bangsa pasti dapat teratasi. Karena berbagai
persoalan dan kerusakan yang menyebabkan perpecahan dalam era globalisasi
seperti sekarang ini salah satunya juga dipengaruhi oleh penurunan moral Masyarakat
Bangsa yang ada di dalamnya. Dalam hal ini, kami tekankan lagi bahwa hanya Agamalah
yang dapat mengatasinya. Fakta yang sampai saat ini semakin populer antara lain:
banyaknya oknum Penegak Hukum yang masih masih palah-pilih, tajam ke bawah dan
tumpul ke atas, yang seolah-olah tidak ada kepastian yang jelas, konflik antar
lembaga-organisasi Agama, kemudian konflik horizontal di Masyarakat dan
pertarungan ideology juga semakin transparan. Semua itu justru ancaman yang
tidak datang dari luar, namun dari dalam Masyarakat sendiri(musuh dalam selimut). Hal ini juga dapat dibuktikan oleh sejarah,
ketika sebelum era reformasi kelompok lainlah yang suka mengharu-biru dan
memprovokasi, kalaupun dalam era globalisasi tim haru-biru dan provokasi palah
dari saudara seagama(teman makan teman) atau
yang sering akrab kita kenal dengan istilah perang
saudara. Inilah yang harus diwaspadai Pemerintah dan Masyarakat akan
perpecahan Bangsa ini. Jangan sampai sebuah permasalahan yang sepele menjadi
besar, sehingga akan sesulit mengurai benang kusut. Sungguh aneh bukan?.
Bahkan,
semakin terasa pula dalam masa kini Kesatuan Bangsa mengalami kemunduran akibat
perpecahan sesama Agama yang semakin bertambah marak dan kondisi keamanan yang
tidak menentu. Mereka hampir semuanya mengatasnamakan Agama dan Tuhan, yang padahal
pada hakikatnya Tuhan itu tidak perlu
yang namanya dibela, karena sudah kita ketahui bersama bahwa Tuhan itu maha
segala-galanya. Secara umum mereka lakukan mulai dengan cara yang santun konstitusional
dan cara-cara brutal atau radikal non konstitusional yang membuat krisis di
berbagai aspek kehidupan. Kondisi demikian yang menyebabkan kita berhadapan
dengan ancaman baru, berupa tajamnya perbedaan dalam memahami dan melaksanakan
nilai-nilai ideology Bangsa. Ujung-ujungnya adalah menyalahkan bahkan sampai
mengkafir-kafirkan yang lain, pemaksaan kehendak dengan berbagai cara, sampai
dengan cara menghalalkan sesuatu yang haram, yang tentu akan mengancam keutuhan
Persatuan dan Kesatuan NKRI. Adapun yang harus diperhatikan adalah ketika dalam
suatu aliran melakukan gerakan radikal dan mengatasnamakan Agama dan Tuhan maka
semakin jelas bahwa aliran tersebut merupakan aliran yang sesat, dan sebagai Warga
Negara yang taat Pemerintah sudah seharusnya kita tidak mengikuti aliran tersebut.
Islam
Nusantara juga seharusnya sudah merupakan suatu wujud dalam mengembalikan tata
kehidupan kepada nilai-nilai luhur Islam, terciptanya Kesatuan kata dan
perbuatan, tumbuh berkembangnya demokratisasi dan terwujudnya Masyarakat madani,
termasuk dalam mengentaskan kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan menjadikan Bangsa
dan Negara ini betul-betul Merdeka dan Bermartabat. Namun, perlu disadari pula semua
itu adalah tanggung jawab Kita, sebagai Anak Bangsa yang harus peduli (concern)
untuk mewaspadai kualitas Bangsa Kita yang sudah sepakat untuk beragama,
berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI. Solusi Islam Nusantara harus
digerakan melalui berbagai cara. Misalnya pemerintah dengan kekuasaan, tokoh
masyarakat dan tokoh agama dengan pengaruhnya. Rakyat harus bersatu padu dalam
menghadapi berbagai ancaman perpecahan bangsa. Jika semua komponen bangsa
berkomitmen untuk bersatu dan tidak terpecah belah dalam perbedaan insya Allah Bangsa
ini akan semakin kuat dan besar. Seperti kita analogikan Bangsa Kita seperti
sapu lidi, yang mana ketika lidi-lidi disatukan dan diikat maka akan
menghasilkan sapu yang kuat, yang dapat mengusir sampah-sampah yang ada di
sekitar kita. Namun ketika hanya berdiri sendiri, adakah kekuatanya?, tentu
tidak ada. Begitupun dengan Bangsa ini, ketika semua unsur pemerintahan,
kemasyarakatan sampai keagamaan dapat bersatu, maka seberat apapun ancaman yang
dihadapi dan sebanyak apapun konflik yang ditangani pasti akan teratasi.
Namun
demikian, tidak sedikit pula yang percaya bahwa motif perpecahan bangsa oleh agama tidaklah
bersumber dari aspek yang tunggal. Kesadaran ini membawa keinsyafan bahwa upaya
penanganannya juga tidak bersifat parsial, namun perlu pendekatan komprehensif
secara integral.
Misal halnya ketika dikaitkan dalam perpolitikan Agama, ketika suatu Agama rusak
atau pecah belah, yang pasti Bangsa juga akan runtuh dengan sendirinya. Mungkin
itu salah satu alasan yang menjadikan mengapa sampai saat ini yang menjadi
sasaran empuk adalah Perpecahan Agama. Peran Negara dalam menjamin rasa aman Warga
Negara menjadi demikian vital. Karena itu, beragam peristiwa yang melahirkan
ketidakamanan seperti teror peledakan bom, hujat menghujat, bahkan penyelewengan aqidah perlu mendapat
perhatian tersendiri.
Pemerintah sebagai agen kebijakan harus
benar-benar serius memikirkan upaya untuk menghentikan masalah tersebut. Sudah kita ketahui bersama,
masalah-masalah tersebut memang sepele pada awalnya, namun begitu besar kalau
kita lihat pada kenyataanya. Adapun beberapa agenda strategis yang dapat
disiapkan antara lain:
penanaman nasionalisme khususnya pada generasi muda, reformasi
sektor keamanan
yang belum menentu, pembenahan regulasi keamanan yang perlu dibenahi,
reorientasi pendidikan
yang tidak berkarakter, dan kampanye sosial-kultural secara massif.
Agenda ini boleh jadi bukan sesuatu yang baru, tetapi sudah menjadi bagian program yang telah dan sedang
dilakukan oleh beberapa pihak
pengamat kebangsaan. Namun demikian, point terpenting dari upaya untuk
memutus mata rantai perpecahan
bangsa oleh agama ini adalah dengan memperkuat dan mempererat
"rantai" keinsyafan bersama, baik di level struktural maupun di ranah societal
untuk menjadikan kasus
ini sebagai tugas kita bersama.
Hal lain yang dapat menjadikan
sesama Agama saling bertikai adalah adanya anggapan bahwa mempertahankan hukum
dengan cara memaksa dan menyerang orang yang mereka anggap menyimpang, bahkan
membunuh orang yang melakukan penyimpangan itu adalah sebuah kewajiban. Apabila
ada Agama kedua diluar Agama yang bertikai menyaksikan pertikaian itu, maka Agama
tersebut akan tersenyum mengejek karena sesama Agama yang saling bertikai itu
saling menghancurkan. Semakin jelas, bahwa salah satu unsur perpecahan Bangsa disebabkan
oleh perpecahan Agama walaupun di dalamnya terdapat unsur perpolitikan. Kenapa
bisa seperti itu?, Karena di dalam suatu bangsa itu di dominasi umat beragama,
yang mana ketika umat beragama tersebut bertikai dan saling menjatuhkan, maka
secara otomatis bangsa itu akan runtuh
dengan sendirinya.
Terhadap konflik-konflik yang terjadi
antara umat beragama dapat menimbulkan dua pola pemikiran yang berbeda dalam
Masyarakat. Pertama, sikap “anti agama”
yaitu berupa pengingkaran peran agama dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat
dan bernegara. Agama dianggap sebagai sumber konflik, sehingga juga dianggap tidak
mempunyai peranan penting, yang mana hanya menjadi sebab terjadinya pembunuhan
dan kematian antara umat manusia, sehingga harus disingkirkan dan dilenyapkan.
Meskipun demikian “melenyapkan” peran Agama dalam kehidupan manusia masihlah
dianggap absurd, dan tidak sesuai
dengan realitas. Gagasan kedua adalah kelompok yang “menyamakan” semua agama. Gagasan ini muncul karena anggapan
perbedaan konsepsi Agama merupakan konflik umat manusia. Upaya penyamaan ini
biasanya dikamuflasekan dengan paham pluralisme agama. Sebab, agama-agama yang
ada mempunyai sumber yang sama, yaitu Yang Mutlak(Tuhan). Jika terjadi
perbedaan bentuk, ini disebabkan oleh manifestasi dalam menanggapi Yang Mutlak
tersebut. Sehingga, walaupun pada aspek eksoterisnya berbeda, namun pada level esoteri,
kondisi internal tetaplah sama. Maka, dengan paham ini tidak benar dan tidak
diperbolehkan untuk masing-masing Agama yang menyebut Agamanya memiliki
kebenaran secara mutlak (truth claim).
Tidak hanya pada level eksoteris saja, bahkan pada level esoteris juga. Jika
dikaji lebih dalam akan menimbulkan pertanyaan. Apakah benar semua Agama akan
sama pada level ini? Jawabannya tentu saja tidak. Ini adalah sesuatu yang
mustahil untuk “mempersatukan” agama-agama, sementara konsep masing-masing Agama
tentang “Tuhan” berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, walaupun pada
hakikatnya tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan. Oleh karena itu perlulah
di terapkannya Islam Nusantara pada kodratnya.
Namun, ketika ditelusuri lebih
dalam, konflik sesama Agama sampai antara umat beragama dalam berbagai kasus,
tidaklah disebabkan oleh perbedaan konsepsi diantara agama-agama. Itu lebih
merupakan asumsi yang tendensius, yang disengaja atau tidak, berupaya “mengaburkan” peran Agama dalam
membentuk peradaban baru yang possesif. Dia lebih menonjolkan “wajah muram” agama-agama di tengah
umatnya, sehingga Agama tidak ubahnya seperti tembok yang memisahkan manusia
dengan manusia dari kepercayaan yang berbeda, sekaligus menumbuhsuburkan sikap
kebencian dan permusuhan antara pemeluk Agama.
BAB
III PENUTUP
KESIMPULAN
Maka, sebagai bangsa Indonesia yang
kaya akan keberagaman kita tidak seharusnya bertikai sesama Agama sampai antar Agama
yang satu dengan yang lainnya. Banyaknya perbedaan dapat disebut dengan
keragaman khasanah mozaik tersendiri, yaitu kekayaan Bangsa yang penuh dengan
nuansa dan variasi. Perbedaan akan semakin banyak apabila dilihat dari sisi
yang lebih luas. Namun dalam hal ini, Kita harus bersikap toleransi dalam
kehidupan di Masyarakat khususnya dalam beragama. Toleransi dalam beragama
bukanlah mencampur adukkan ajaran berbagai Agama, bukan pula menyalahkan yang
lain, tetapi toleransi di sini adalah memperdalam keagamaan, dan spiritual.
Yang demikian itu dapat memperkaya pengalaman dalam rangka membangun dan
memperkokoh agamanya sendiri. Jangan menutup diri untuk mempelajari aliran Agama
lain, karena ketakutan adalah buah dari keraguan, dan keraguan akan menimbulkan
kehancuran dalam kehidupan, kegoyahan akan mendekati kemurtadan. Kita harus
paham bahwa islam itu rahmatan lil
alamin, bukan palah saling membenarkan aliranya sendiri. Tidak lucu ketika
sesama Agama, Tuhan, dan Nabi sampai saling menyalahkan. Jangan sampai aksi
kita disudutkan aksi kekerasan akibat tindakan emosional. Hal
tersebut hanya akan menjadikan perpecahan Bangsa oleh Agama yang membawa pada
lembah kehancuran. Adapun solusi terjitu untuk menyelesaikan masalah tersebut
adalah menanamkan kesadaran Islam Nusantara (kebersamaan
ialah awal kebahagian dan perpecahan ialah awal kehancuran).
DAFTAR PUSTAKA
M. Din Syamsudin. 2000. Etika Agama
Dalam Membangun Masyarakat Madani. Jakarta: Logos.
Kamaruzzaman, Bustaman. 2002. ISLAM
HISTORIS Dinamika Studi Islam Di Indonesia. Yogyakarta: Galang Press.
Robert Jackson, dkk. 2013. Introduction to International Relations. New
York: Oxford University Press.
Zully Qodir. 2014. Radikalisme Agama
Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
A. Qodri Azizy. 2004. MELAWAN
GLOBALISASI Reinterpretasi Ajaran Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurnal Lakpesdam NU. 1999. Tashwirul
AFKAR. Jakarta: LAKPESDAM NU.
Ramdhon Ahmad. 2013. Memahami
Indonesia Kembali. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo.
Manan Munafrizal. 2005. Pentas
Politik Indonesia Pasca Orde Baru. Yogyakarta: IRE Pess.
Hairus Salim. 2004. Kelompok Para
Militer Nu. Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara.
Andi Muh,Darlis. 2012. KONFLIK
KOMUNAL : Sudi dan Rekonsilidasi Konflik Poso. Yogyakarta: Mata Padi
Pressindo.
Daryatno. 2012. MELAMPAUI BIOPOLITIK;
TEORI, KEKERASAN, DAN HOROR DALAM PERPOLITIKAN DUNIA. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Comments
Post a Comment